Sabtu, 06 April 2013

Hak Asasi Manusia & Eksistensi Negara Indonesia


HAM adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Dalam kaitannya dengan itu, maka HAM yang kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan yang hak-hak yang sebelumnya termuat, misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.
Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri. Contoh pelanggaran HAM:

  1. Penindasan dan membatasi hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
  2. Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
  3. Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan penguasa dan partai tiran/otoriter.


Menurut Prof. Dr. Sukamto Satoto, SH, MH, sampai saat kini tidak ada satupun tulisan ilmiah bidang hukum, baik berupa buku, disertasi maupun karya ilmiah lainnya yang membahas secara khusus pengertian eksistensi. Pengertian eksistensi selalu dihubungkan dengan kedudukan dan fungsi hukum atau fungsi suatu lembaga hukum tertentu.
Sjachran Basah mengemukakan penegrtian eksistensi dihubungkan dengan kedudukan, fungsi, kekuasaan atau wewenang pengadilan dalam lingkungan bada peradilan administrasi di Indonesia.
Dari dua pengertian tersebut, maka dalam makalah ini eksistensi diartikan sebagai keberadaan atau kedudukan hak asasi manusia dalam sistem hukum di Indonesia.

-SISTEM HUKUM-Menurut Shorde dan Voich, sistem mempunyai dua pengertian, yang pertama adalah pengertian sistem sebagai jenis satuan yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu di sini menunjuk kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Kedua, sistem sebagai suatu rencana, metoda atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu.
Hukum sebagai ilmu pengetahuan merupakan satu sistem. Peraturan-peraturan hukum yang berdiri sendiri-sendiri diikat dalam satu susunan kesatuan yang disebabkan mereka itu bersumber pada satu induk penilaian etis tertentu. Pendapat lain yang menyatakan bahwa hukum merupakan suatu sistem dinyatakan oleh Dias R.W.M, yaitu:Pertama, suatu sistem hukum itu bisa disebut demikian karena ia bukan sekedar merupakan kumpulan-kumpulan peraturan belaka. Kaitan yang mempersatukannya sehingga tercipta pola kesatuan yang demikian itu adalah masalah keabsahannya. Peraturan-peraturan itu diterima sebagai sah apabila dikeluarkan dari sumber atau sumber-sumber yang sama, seperti peraturan hukum, yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber yang demikian itu dengan sendirinya melibatkan kelembagaan seperti pengadilan dan pembuat undang-undang. Ikatan sistem itu tercipta pula melalui praktek penerapan peraturan-peraturan hukum itu. Praktek ini menjamin terciptanya susunan kesatuan dari peraturan-peraturan tersebut dalam dimensi waktu. Sarana-sarana yang dipakai untuk menjalankan praktek itu, seperti penafsiran atau pola-pola penafsiran yang seragam menyebabkan terciptanya ikatan sistem itu.

http://cahwaras.wordpress.com/2010/05/19/eksistensi-ham-dalam-sistem-hukum-di-indonesia/
id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar